Hari itu, Sabtu, 21 Februari 2016
Moment yang memang direncanakan sejak lama dan baru kesampaian, kami para asisten laboratorium sistem komunikasi optik melakukan trip ke Gunung Papandayan, Garut. Sehari sebelumnya, kami semua berkumpul di rumah Levi yang ada di Pesona Bali dengan niat awal agar keesokan harinya bisa berangkat bareng saat pagi buta. Waktu kumpul direncanakan jam 20.00 WIB, tapi nyatanya, ya mungkin semua orang sudah pada tahu jam ngaret orang Indonesia seperti apa, sampai-sampai jam 23.00 pun masih ada yang belum datang dan akhirnya kami baru tidur jam 00.00 padahal rencana bangun jam 4.00 pagi hari Sabtunya. haha
Dan apa yang terjadi setelahnya? tidur gak nyenyak, pada kepanasan, dan parahnya pada bangun kesiangan, termasuk gw baru bangun jam 4.30 haha. Tapi gw gak sendiri, maksudnya bukan bangun yang terakhir, anak-anak yang lain lebih parah. Mentok-mentoknya kita mulai berangkat dari rumah Levi sekitar jam 6.00 dan itu panasnya sudah berasa. ya mau gimana lagi.
Kami rombongan naik motor ada 15 orang, pakai 8 motor berbonceng-boncengan, walau ada 1 motor yang cuma sendirian, namanya Fourman. Awalnya sih ada 16 orang, tapi 1 orang batal ikut karena tidak diizinkan oleh orang tuanya.
Perjalanan pun dimulai.
Awalnya kami naik motor layaknya orang pawai, selalu berurutan dan rapi. Tapi setelah sampai di Rancaekek, pawai pun rusak karena sepanjang jalan disana macet parah akibat pegawai pabrik yang mau masuk kantor, dan akibatnya kami pun tercerai-berai (alay sih bahasanya). Karena pada misah itu pun kami akhirnya terbentuk dalam 2 tim yang berbeda dan saling menunggu. Tim A menunggu B dan tim B juga menunggu tim A karena kami pada gak tau siapa yang di depan dan siapa yang di belakang.
Awal masuk di kota Garut, kami mampir untuk sarapan di sebuah warung kaki lima pinggir jalan. Ada 2 menu, nasi kuning dan bubur, bebas maunya yang mana (gak penting ya). Yang lebih penting adalah setelah makan disana kami pada sakit perut, bukan berarti makanannya yang kurang sehat, tapi emang karena kami belum pada setor di awal.
Panik, bingung, mau setor dimana, dan tiba-tiba nemu pencerahan ada Indomaret deket sana. Dengan alibi beli minuman kami pun minta izin buat ke toilet. Toilet cuma 1 dan yang antre ada 5 orang termasuk gw sendiri. Dan apesnya gw dapet urutan terakhir dimana gw harus nahan lebih lama, dan lebih apesnya lagi, pas gw masuk ke toilet, air nya udah tinggal sedikit alias limit banget. Ya gimana lagi daripada gak dikeluarin kan wkwkw. (maaf ceritanya sedikit jorok ya).
Singkat cerita, kami sampai di Gunung Papandayan, Garut sekitar jam 10 siang tanpa kendala yang berarti, alhamdulillah. Sesampainya disana rasanya pengen cepet-cepet turun dari motor karena pantat udah panas kebanyakan duduk di jok motor beberapa jam lamanya.
Semuanya bersiap-siap. Membawa carrier masing-masing yang cukup berat, harusnya sih gak terlalu berat, yang bikin berat itu masing-masing orang bawa Aqua 1.5L 2 botol, gimana gak berat coba. Kalo barang bawaan yang lain sih sebenarnya gak berat-berat amat. Yang gw inget, awal kami hiking masih pada semangat, masih pada kepo gunung yang sebenarnya itu kayak gimana, soalnya mayoritas dari kami orang-orang amatir yang sebelumnya cuma sibuk terkurung di Dayeuhkolot, Bandung. haha. Tapi ya tau lah ya, setelah 30 menit udah pada loyo semua, ada yang kelaparan (gw sendiri), kakinya sakit, bahu sakit, dan sebagainya.. untungnya kami bawa bekal makanan yang cukup, jadi ya langsung dilahap aja deh haha.
Beruntungnya, kami sampai di warung yang jual gorengan disana, walau udah gak hangat alias udah beku karena gorengannya kedinginan, tapi rasanya tuh tetep nikmat tiada tara soalnya emang udah pada kelaparan banget. Dan baiknya lagi, gorengannya cuma seribu per buah, padahal sang penjual harus naik dulu untuk bisa nyampe di warungnya itu, sungguh murah dibanding dengan usaha dia naik gunung dulu untuk jualan. Layaknya orang-orang gaul masa kini, sepanjang jalan kita selalu berfoto ria, bersyukur dengan indahnya pemandangan yang disuguhkan disana. Begitu juga saat di warung, pemandangannya sungguh indah bagai berada di atas awan dengan melihat kawah ke arah bawah. Subhanallah.
Perjalanan berlanjut sampai akhirnya kami sampai di tempat perkemahan, Saladah. Disana sudah banyak tenda yang terpasang milik pendaki-pendaki lainnya. Penampakan yang unik bagiku karena ini pertama kali hiking di gunung yang cukup tinggi dengan berjalanan kaki ditambah dengan udara sejuk dan pemandangan yang top markotop. Apa yang kami lakukan setelah itu? bukannya langsung memasang tenda dan istirahat, kami malah mampir lagi ke warung untuk mengisi perut, untungnya ada nasi goreng, gorengan, dan mie instan, yumm yumm rasanya nikmat. Sembari cewek-cewek menunggu di warung, kami yang cowok pun langsung bergegas mencari tempat yang pas untuk memasang tenda. Setelah tenda terpasang, jangan lupakan sholat bung, meskipun kita ada di gunung. Enaknya gunung papandayan adalah, disana sudah disediakan mushola dan toilet umum, jadi kami para pendaki tidak kesulitan jika ingin sholat dan buang air.
Hari sudah sore, dari kami ber-15 ada yang jalan-jalan melihat sikon, ada yang nyari kayu bakar buat bikin api unggun malamnya, ada juga yang tidur di tenda. Ya begitulah kami berbagi tugas hehe.
Malamnya, sungguh luar biasa, dinginnya, entah itu berapa derajat disana tapi rasanya sudah mati rasa kalau kita kesana gak bawa jaket tebal atau bahkan jaket tebal yang berlapis-lapis, tetep aja kerasa dingin. Untuk mengurangi rasa dingin, kami bagi tugas lagi, ada yg masak mie instan, buat api unggun, dan ada juga yang kemul-kemulan dengan sleeping bag, hahaha.
Dan tiba-tiba sekitar jam 21.00 saat kami semua bersuka ria main api unggun sambil masak-masakan mie, ada penjaga yang mendatangi setiap tenda. Awalnya kami mengira akan terjadi apa atau ada sesuatu hal fatal yang sedang terjadi, ternyata penjaga-penjaga tersebut mendatangi kami untuk memberikan himbauan agar berhati-hati saat malam hari karena biasanya ada babi hutan yang berkeliaran dan mengganggu para pendaki disana. Sungguh menurut gw itu sebuah layanan yang baik dari panitia/pengurus Gunung Papandayan dengan memberikan himbauan atau warning kepada para pendaki agar lebih berhati-hati dan menjaga diri sendiri dan teman-temannya.
Kami pun tidur sekitar jam 23.30 malam itu.